Terlihat raut-raut wajah yang dihiasi de
Mahar Cinta
Andainya dapat engkau mendengarkan
Suara di hatiku melagukan rindu
Kiranya engkau mampu mentafsirkan
Setiap bait kata-kata yang terucap
Pasti dirimu kan memahami
Harapan kasih yang terbina
Sekian lama di sudut hatiku
Hanyalah untukmu
Bukanlah aku sengaja
Melindungi rasa di jiwa
Namun bimbang diri kan terleka
Hanyut dibuai angan dan mimpi indah
Hingga terabai segala cita
Sedang khayalan tak menjanjikan
Segunung kebahagiaan
Sebagai mahar hantaran
Apakah mungkin engkau mengerti
Setiap cinta yang dilafazkan
Bukanlah sekadar mainan
Tetapi sebuah janji
Andainya dapat engkau mendengarkan
Suara dihatiku melagukan rindu
Kiranya engkau bias mentafsirkan
Setiap bait kata-kata yang terungkap
Pasti dirimu dapat melihat
Rahsia kasih yang terpendam
Sekian lama di sudut hatiku
Hanyalah untukmu
Selamanya....
Allah Maha Pengasih Maha Penyayang, menjadikan segala kehendaknya sebagai takdir terbaik bagi hamba-hambaNya…
Idul Adha hari besar umat Islam…di dalamnya tersirat makna dari sebuah sejarah hidup keluarga Ibrahim yang hanif, seorang kekasih Allah. Semoga Allah merahmati keluarga beliau. Semoga kita dapat mencontoh perjuangan, sepakterjang dan ketaatan keluarga Ibrahim kepada Allah.
Saya gereskan sedikit catatan, semoga kita sebagai seorang muslimah bisa mengambil ibroh atau hikmah dari setiap peristiwa yang dialami oleh ibunda Hajar. Kisah ibunda hajar memberikan sebuah pecerahan bagi kaum hawa, inilah jalan Allah menjadikan kisah terdahulu sebagai cerminan, tauladan serta acuan bagi kita sebagi wanita yang berusahan menegakan titah-titah Rabb kita.
Seorang ibunda Ismail yang hanif meletakan Ketaatan kepada Allah, Rabb tercinta di atas segala cinta…cintanya kepada suami tak sebanding dengan cintanya kepada Allah. Terbukti saat Hajar baru melahirkan anak yang didambakan sekian lama, Ismail kecil harus jauh dari sang ayah Ibrahim. Hati kecil tak kuasa Ibrahim berjauhan dengan anak yang disayangi dan istri yang dicintai di tengah daerah yang gersang. Tatap sedih seorang hajar ketika akan ditinggalkan suami, Hajar bertanya pada suami yang ia cinta…”wahai suami ku sayang, kenapa kau meninggalkan aku dan anak kita di tempat yang gersang ini?”…sedikitpun Ibrahim tak bisa berkata, lalu Hajar bertanya lagi… “wahai suami ku sayang, kenapa kau meninggalkan aku dan anak kita di tempat yang amat gersang ini?”…sekali lagi Ibrahim tak kuasa menyampaikan perintah Allah agar menempatkan Istri dan anaknya di tempat yang kini menjadi tempat yang amat dirindukan umat islam dari seluruh penjuru dunia, dengan penuh kelembutan, keridhoan dan keikhlasan yang mengalir deras, Hajar bertanya pada Ibrahim…”Wahai suami ku sayang, apakah ini perintah dari Rabb kita?, Jika Ya maka tinggalkanlah aku, sungguh aku Ridho jika ini perintah Allah. Allah tak akan menelantarkan hambaNya”…Subhanallah inilah bukti cinta tertinggi seorang istri menjadikan Allah segalanya. Ibrahim dengan penuh keyakinan meninggalkan seorang istri dan anak yang di cintai, menitipkan pada Rabbnya agar tempat gersang itu menjadi tempat yang gemar di kunjungi orang dan di berkahi oleh buah-buahan yang melimpah ruah.
Tatap Hajar pada bayang pundak Ibrahim dari arah belakang, perlahan bayangnya mengecil dan menghilang…Betapa cemas, betapa bimbang seorang Ibu Ismail saat anak kecilnya menangis. Betapa hausnya si kecil, betapa hausnya…Seorang ibu berlari dari satu bukit kebukit lain, bimbang, resah, cemas…”Ya Allah dimanakah air, Ya Allah dimanakah air yang bisa ku teguk bersama anak ku”. Berlari dari bukit Safa dan Marwah, terus berlari, berbolak-balik terus berlari…Allah berkehendak air memancar dari kaki ismail kecil, bukan dari jejak-jejak yang Hajar lewati.
Bukti perjuangan Ibunda hajar tak hanya sampai di situ, Saat datang perintah Allah untuk menyembelih Ismail kecil, dalam mimpi Ibrahim “Anaku, aku bermimpi Allah memerintahkan aku untuk menyembelih mu, bagaimana pendapat mu?”…Ismail kecil tak berkata selain kalimat “Jika ini perintah Allah, maka laksanakanlah”…Datanglah setan menggoda keluarga Ibrahim. Namun tak sedkitpun terusik untuk menunda bahkan tak melaksanakan perintah Allah…jadilah sebuah ritual spiritual yang kita laksanakan bersama oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. Keberkahan menyertai keluarga Ibrahim…
Hajar mengikhlaskan anaknya…namun kehendak Allah lain…telah terbukti ketaatan keluarga Ibrahim…Allah memerintahkan Ismail untuk digantikan dengan seekor kambing…
Maha Kuasa Allah di atas segala-galanaya…jadilah keluarga seperti keluarga Ibrahim…jadilah wanita yang mentauladai Ibunda Hajar…Sungguh sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita saleha…
Disapa, namun tak terjangkau oleh sensoriknya…
Bias membias berkata awal terbata-bata , namun kita menjadi sebuah cerita yang melegenda….
Canda meski tak tertatap mata, kita berpadu membelenggu diri-diri kita pada setiap kata sapa serta do’a…
Sebait do’a, seucap kata, serta getaran hatinya tentu Rabb kita mendengarnya
Tersenyumlah bahgia saat kita bisa saling sapa, membisikan makna dari hati ke hati dengan teramat hati-hati karena kita tak mau ada goresan yang membelah dan memancarkan nanah,
Ada langkah pasti yang kita tuju, ada pengorbanan pasti yang kita relakan…dan kelak akan ada buah mais yang kita cicipi bersama, ada pula siraman kesegaran yang selalu menyemangati, disinilah perjuangan kita berawal dari menumbuhkan cinta kasih pada-Nya.
Lisan bertegur sapa, hati mengiyakannya…
Mata tak menatapnya, namun hati tetap mengatakann ya…
Sungguh deretan do’a menjadi pelipur lara saat mata tak menjangkaunya
Sungguh bait-bait do’a menjadikan penguat deretan penyemangat agar tetap melekat dalam hangatnya sebuah ukhuwah…
Ukhti…manis di lisan menjadikan sapaan, tentu tak semanis dalam qalbu kita,
Biarkan Rabb kita yang menjadikan kita saling merangkul dalam hangatnya dekapan ukhuwah…
Tak bisa aku berkata “Aku mencintai mu karena Allah” cukup dirasa apakaha hati mengiyakannya atau tidak…
jarak bayangan semakin terlihat mendekat, terus aku melangkah...tiba-tiba seketika ada suara kicau burung yang indah di luar sana, kicauannya menyelusup kedalam telinga dan memaksa mata untuk segera menatap sang burung yang bersuara indah...seketika ku palingkan pandangan ke arah datangnya suara...kaki memaksa untuk berberok arah, tapi hati masih terikat pada bayangan yang ada...dengan berat hati ku coba kuatkan untuk terus melangkah menuju bayangan itu...seketika ku fokuskan pandangan ke arah bayang itu...Sungguh tak disangka bayangan itu telah hilang begitu saja...Sedih? Bimbang? atau Putus Asakah?....Entahlah apa yang dirasa...Ikhlaskan saja...Ikhlaskan saja...Ketegasan bayangan itu belum ku tatap, bisa saja menyeramkan atau malah sangat indah!...tapi tak apalah.
Duduk dan tertunduk seraya berkata pada hati..."kenapa bayangan itu pergi, padahal belum terlihat jelas serta terjawab pasti rasa penasaran ini?" Hmm menghela nafas perlahan sambil tertunduk melihat kotak-kotak keramik yang berwarna jingga...seketika terdengar lagi suara kicau burung yang merdu dari luar sana...perlahan ku telusuri sumber suaranya...Sungguh tak disangka dia mungil dan berwarna mempesona... ku hampiri seketika berlari kearahnya...dengan cantiknya ia berkicau diatas ranting pohon..,lama sekali burung itu berkicau. ku nikmati suaranya, lalu ku pejamkan mata sambil bersandar di beranda...indah...sungguh indah. Menghela nafas...tetaplah menghiasi dengan kicauan pelipur hati...Kau menawan dan indah, dicipta Hasil Karya Sang Pencipta...tersenyum seraya bersyukur...Teima kasih Ya Rabb....
Allah Maha Pengasih Maha Penyayang....
Bersambung....
Kita adalah insan yang hidupkan buat sementara
kita adalah insan yang hakikatnya adalah hamba...
tapi mengapa sring kita tangguhnkan perintah waktu untuk menyembahnaya
tapi mengapa kita selalu leka dengan kewajiban sebagai hamba
Kita adalah insan yang dihidupkan buat sementara
kita adalah insan yang hakikatnya adalah hamba
Tapi mengapa kita selallu leka dengan kewajiban sebagai hamba
Tsedang tuhan tak pernah lupa untuk mencurahkan segala nikmatnya
bahkan Tuhan maha poenmgampun diatas segala dosa yang dialkukan bagai mereka yang insaf dan mau bertaubat...
Pejamkan mata, dan rasakan hangatnya...itulah kehadiran iman di hati kita...
tersimpulkan sedikit kata-kata namun tidaklah terlalu bermakna. Kini kita sudah mengerti isyaratnya...Bukan karena cinta yang menjadikan aku berani, bukan karena paras yang menjadikan aku bertahan, bukan pula karena kedudukan yang menjadikan aku perjuangkan...tapi Iman yang amat manis telah ku teguk dari hakikat hikmah hidup yang telah aku jalani...tak perlu membahas masalah perasaan, tak perlu pula menceritakan pentingnya logika...yang terpenting adalah kita Menghamba...
simpan sejenak masalah logika dan perasaan lalu kita padukan akan hakikat ajaran...bukan aku dan kamu tetapi kita yang menyelusuri labirin-labirin menuju hakikat muara cinta...
Berpadu kita menghamba kepada Allah Yang Esa...Cinta berpadu dalam Taqwa...Allah...Allah...Allah
Biarkan cahaya dari keduanya terus terang dan benderang. Pancaran cahaya pagi menguatkan namun senja menentramkan…
seraya berada dipenghunjung senja ku tatap keindahannya, memukau, amat menawan serta menentramkan, namun amatlah singkat. Tak sedikitpun aku beranjak dari tempat semula untuk tetap menikmati keindahannya. Tertatap perlahan mentari pun terbenam, dengan penuh harap esok bisa menatapnya kembali. Bersama kepergian senja,tertunduk seraya berkata pada hati…”Hakikat rotasi dari sebuah bumi, berputar yang menjadikan siang terang benderang dan malam gelap, Allah telah memasukan malam kedalam siang dan memasukan siang kedalam malam…Hakikat dari kuasa Allah yang Maha Berkehendak”…perlahan tak terasa meneteslah air mata. “Senja amat memukau namun hanyalah sekejap saja kehadirannya” menghela nafas perlahan, namun terasa amat berat…
Setiba kumandang azdan magrib, senja pun berlalu…ku ambil air wudhu, meleburlah air mata bersama basuhan pertama pada paras yang berdosa…
Perlahan ku resapi, menikmati setiap rakaatnya seraya menghela nafas yang terasa berat…menghamba, merasa diri amat hina, tak menerima akan hakikat garis-garis Sang Pencipta Alam Semesta…”Biarkanlah senja berlalu, karena esok akan ada pagi yang memberi semangat, pancaran cahayanya yang kuat”….
Sudahilah wahai jiwa hampa kembalilah pada Rabb yang telah menetapkan segalanya, saat tergores dalam lauh mahfuz dan tinta telah mengering maka takdir seorang Hamba telah ditetapkan.
Mentari meronta, bunga pun tengadah kearah datangnya cahaya, sinarnya kuat memancar, mengeringkan embun-embun yang membasahi permukaan dedaunan. Menghangatkan namun terkadang pula menyilaukan, agar aku bertahan ku coba pejamkan mata dan merasakan hangatnya…menghembus nafas lalu seketika menghirup udara pagi sungguh amat menyegarkan, Semangat pagi…! Semangat pagi….! Ternyata cahaya pagi memang penuh semangat…tak seperti senja yang membuat sendu…selamat tinggal senja berkas cahaya yang tak hadir sekejap saja…
Bismillah aku melangkah…hari ini cukup panjang untuk ku lalui bersama sang mentari pagi…berkas cahaya penuh semangat…”Ya..Semangat pagi, semangat Pagi…!!!! Pagi…pagi…”.
Melangkah pasti….Meraih mimpi…Bersama hadir mentari pagi…^_^
Melangkah lalu berlari menyelusuri tempat-tempat indah, yang menumbuhkan serta membesarkan sang generasi yang arif dan bijaksana, tersenyum, terpukau akan karya yang dicipta. Tak bisa tertunda karena bersama datangnya cahaya disitulah saatnya berkarya untuk agama dan bangsa. Melangkah, melaju, mencipta karya, membangun generasi arif dan bijaksana, mengantarkan si kerdil ahlaknya agar menjadi besar jiwanya, dan dengan kebesarannya ia mencinta bangsa dan agama.
Selamat tinggal senja,…yang telah mengajarkan aku agar arif dan bijaksana…
Selamat Pagi, memberi semangat baru…menatap hidup lebih berwarna…
1 keping mozaik telah aku temukan, tersenyumlah dan bersyukurlah, hidup ini indah jika semua karena Allah…
Thank you Allah…^_^…
oleh: Tuti Rina Lestari
Saat ini hati terasa dekat, sungguh melekat ukhti...mengalir do'a untuk setiap pertemuan kita semoga Allah memberkahi, melimpahkan kasih sayangnya dalam hangatnya Dekapan Ukhuwah...Ukhti...Aku mencintai kalian karena Allah....
Ukhti sayang, Senyum, Tawa, Canda, dan nasehat kita bersama telah berpadu dalam bingkai indahnya Ukhuwah....
kita lekat bagai api dan kayu
bersama menyala, saling menghangatkan rasanya
hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu
Pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
dan melukis pelangi
namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai
Disatu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
bahkan saling nasehatpun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api
Kubaca cendikiawan dinasti ming, feng meng long
menuliskan sebaitnya dalam ‘yushi mingyan’;
“bungapun layu jika berlebih diberi rawatan
willow tumbuh subur meski diabaikan”
maka kitapun menjaga jarak dan mengikuti nasihat ‘ali
“berkunjunglah hanya sekali-sekali, dengan itu cinta bersemi”
padahal saat itu, kau sedang dalam kesulitan
seperti katamu, kau sedang perlu bimbingan
maka seolah aku telah membiarkan
orang bisu yang merasakan kepahitan
menderita sendiri, getir dalam sunyi
-ataukah memang sejak dulu begitulah aku?-
dan sekarang aku merasa bersalah lagi
seolah hadirku kini cuma untuk menegur
hanya mengajukan keberatan, bahkan menyalahkan
bukan lagi penguatan, bukan lagi uluran tangan
-kurasa uluran tanganku yang dulupun membuat kita
hanya berputar-putar di kubangan yang kau gali itu-
kini aku hanya menangis rindu membaca kisah ini;
satu hari abu bakr, lelaki tinggi kurus itu menjinjing kainnya
terlunjak jalannya, tertampak lututnya, gemetar tubuhnya
“sahabat kalian ini”, kata Sang Nabi pada majelisnya, “sedang kesal
maka berilah salam padanya dan hiburlah hatinya..”
“antara aku dan putera al khaththab”, lirih abu bakr
dia genggam tangan nabi, dia tatap mata beliau dalam-dalam
“ada kesalahfahaman. lalu dia marah dan menutup pintu rumah.
kuketuk pintunya, kuucapkan salam berulangkali untuk memohon maafnya,
tapi dia tak membukanya, tak menjawabku, dan tak juga memaafkan.”
tepat ketika abu bakr selesai berkisah, ‘umar datang dengan resah
“sungguh aku diutus pada kalian”, Sang Nabi bersabda
“lalu kalian berkata ‘engkau dusta!’, wajah beliau memerah
“hanya abu bakr seorang yang langsung mengiya, ‘engkau benar!’
lalu dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya.
masihkah kalian tidak takut pada Allah untuk menyakiti sahabatku?”
‘umar berlinang, beristighfar dan berjalan simpuh mendekat
tapi tangis abu bakr lebih keras, air matanya bagai kaca jendela lepas
katanya, “tidak ya Rasulallah.. tidak.. ini bukan salahnya..
demi Allah akulah memang yang keterlaluan..”
lalu diapun memeluk ‘umar, menenangkan bahu yang terguncang
ya Allah jika kelak mereka berpelukan lagi di sisiMu
mohon sisakan bagian rengkuhannya untuk kami
pada pundak, pada lengan, pada nafas-nafas ini..