Sekitar lorong-lorong di rumah sakit, terlihat banyak pasien yang sedang menunggu dokter. Ada seorang kakek duduk di bangku, sesekali ia melihat jam tangannya. Seorang suster memperhatikan sang kakek dari tadi, lalu iapun bertanya..”kek, sepertinya sedang terburu-buru...apa kakek ada janji juga dengan dokter yang lain?”...
kakekpun tersenyum ”sudah hampir 1jam saya menunggu, dokter belum saja datang padahal saya ada jaji penting sebentar lagi”
susterpun mencoba menahan kepergian sang kakek” sebentar lagi kek, dokter sedang di perjalanan menuju rumah sakit”...
sang kakek langsung berdiri dan di genggamnya tongkat bambu, lalu ia lihat lagi jam tangannya ”maaf saya harus pergi...”
susterpun bertanya..”sebetulnya kakek mau pergi ke mana?...”
“saya harus segera menemani makan siang istri saya di panti jompo, jika saya tidak pulang sekarang, saya akan telat sampai di sana...”
Susterpun melontarkan senyum pada sang kakek, hingga pujian keluar dari bibir suster...“ kek pasti, nenek sangat bahagia saat kakek datang, ketika selalu ditemani makan dan bercerita berdua”.
“Hmmm....bagi saya inilah keharusan, kebahagiaan di saat usia senja bisa saya dapatkan dari sini salh satunya, tetap bersama stri yang saya cintai. namun entah apa yang di raskan istri saya, apakah ada rasa cinta pada kakek atau tidak, sekarang istri kakek sudah pikun. Jika kakek menemaninya, terkadang kakek ini di anggap orang lain, tapi kakek memaklumi itu.” Kakekpun tersenyum dan mulai bergegas unutk pergi.
Susterpun semakin kagum pada sang kakek tersebut...”jika begitu, kakek pulang saja temani nenek, mungkin sudah dari tadi nenek menunggu kakek. Nanti saya sampaikan pada dokter bahwa kakek sudah pulang” ...kakek pun tersenyum lalu dilangkahkan kakinya menuju ke luar rumah sakit dan pergi bergegas ke tempat jompo dimana ia dan istrinya bertempat tinggal...
Sepenggal cerita di atas, saya tulis dari cerita seorang teman yang menginspirasi. Makna yang tersirat seputar kesetiaan, pengorbanan dan keikhlasan. Tentunya hal kesetiaan, pengorbanan dan keikhlasan amat terkait dengan cinta dan kasih sayang maka dengan kesetiaa dan pengorbanan tersebut semua akan teramu menjadi utuh dan kokoh. Kasih sayang sebagai bingkainya, memberikan nafas pada ketenangan. Andai bisa di bangun sebuah kesetiaan, keikhlasan dan pengorbanan maka mulailah dari kasih sayang terleih dahulu. Ibarat kan membangun sebuah istana, maka yang terkokoh adalah pondasinya, yaitu niat akan komitmen kesetiaan dan rela berkornban...
Jika seorang suami sudah tidak lagi merespon bahkan kurang memperhatikan harapan, kebutuhan dan rasa tentram seorang istri maka sudah jelas suami tidak menyayangi istrinya. Mengapa bisa tidak ada rasa sayang bersemayam dalam hatinya? Tentunya banyak sekali alasan, karena tidak cinta, karena tidak suka, dan lain-lain? Tapi, yang heran mengapa mau menikahi? Yups jawabannya kehendak Allah yang lebih Berkuasa menakdirkan keduanya bersatu. Banyak sekali pernikahan yang di jalani oleh kedua suami–istri namun terasa menyesakan dari hari-kehari... bahkan hingga bertahun-tahun seorang suami tidak bisa menumbuhkan rasa cinta pada istrinya, begitupun sebaliknya. Masya Allah, padahal masih ada orang lain yang belum menikah dalam usia yang tua, hanya hidup menyendiri. Maka sudah seharusnya seorang suami ataupun istri bersyukur akan pasangannya, seperti apapun pasanannya. Maka berusahalah selalu memahami, membahagiakan, dan menyayangi istri maupun suami.
Jika harus memilih antara mempertahankan sebuah pernikahan atau tidak. tentunya dikembalikan kepada kedua pasangan. Jika berceri mejadi jalan lebih baik, bisa saja di ambil jalan tersebut, namun perlu di ingat perceraian hal yang di benci Allah, namun Allah tidak melarangnya...maka pertimbangannya di kembalikan kepada mana yang lebih maslahat maka dipilih, sedangkan hal madhorot maka jangan dilakukan....
Semoga kita termasuk kedalam mansia yang memiliki kesetiaan yang dibangun atas landasan iman, komitmen, pengorbanan menjadikan landasan dalam mengarungi bahtera pernikahan.
....Muhasabah....
-Masih Tersapa-
Kehendak Yang Esa, masih tersimpan sempurna.
Mentari bergeliat siggah di Barat hingga Timur, namun tetap sama.
Tegur rasa, saat tak bisa menyapa hanya berdiam diri saja, namun bukan berarti diam pula hati.
Ada kerinduan yang dirasa dari awal berjumpa hingga terlerai karena goresan Yang Esa.
Berjumpa saat hati tertata, namun tertingal jadi lara.
Bias cahaya mentari tidak pernah sama setiap saatnya, begitupun suasana hati kita...jujur pada hati meras ada yang sama dari dulu hingga kini, tidak pernah mencoba membangun, tidak pula merobohkan.
Jika ditanya apakah setia? Entahlah.
Jawabannya, saat usia senja menjadi ujung akhirnya, saat renta menyapa maka terjawab semua kesempurnaan kita akan kata “apakah kita setia”.
Kekasih ku, akau mulai mencintai mu. Saat kau hulurkan nasehat akan iman, saat kau hantarkan akau pada keyakinan.
Kekasih ku, genggaman jemari mu semakin ku kenali, karena engakau telah mendampingi ku, usap kasih...telah membekas dalam hati.
Kekasih ku, saat mata ini terpejam untuk selamanya maka jagalah iman mu, sertakan pula do’a mu untu ku...
Kekasih ku, kini telah sampai pada usia senja kita. Maka tetaplah disini hingga terbenam menjadi gelap gulita dan kitapun tiada...
Iman mu dan iman ku menjadi bekal hingga kita masih bisa duduk bersama, tertawa bahagia, menderaikan air mata, dan menjaga iman bersama.
Ya Allah, jagalah kestiaan kami hingga terpejamkan untuk selamanya mata ini...Engkaulah Maha Pengasih Maha Penyayang.
23 Rabi’ Al-Thani 1433 H
Ar Royan Kampus Peradaban
“Bersama lantunan senandung Duhai Pendampinh-Ku, By.Edcaustik”
Tergoresakan untuk kedua orang tua, menikmati cinta saat usia senja ....Barakallah
0 komentar:
Posting Komentar