Di persimpangan aku berdiri membisu, Harus ku putuskan kemanakah ku melangkah…
Jangan lagi usik ku meski aku tak tau, kemana lagi aku berlari kejar harapan yang sempat mengelam. Biarkanlah ku hidup dengan nafas yang baru, nafas yang menyimpan kedamaian…Di persimpangan aku berdiri
-Edcoustik-
Paras-paras nan tentram, lisan-lisan nan lembut…seketika berkata lirih “ku ijinkan kau pergi silahkan pergi jika ada yang membawa lilin yang bisa menerangi perjalanan mu.” kata seorang laki-laki…terdiam wanita itu lalu berpikir dan bertanya pada hatinya “Rabbi inikah pilihan ataukah sebuah tawaran?”…tak bisa mengelak dengan kata terakhir wanita itu berkata “terimakasih telah bersedia mengantarkan walau hanya sampai di persimpangan ini.” Seketika tersenyum wanita itu padahal dalam hatinya ingin laki-laki itu menemani hingga peraduannya….
”hati-hati semoga sampai di peraduan mu…maafkan akau tak bisa mengantarkan lagi, aku kembali” lalu laki-laki itu membalikan badan dan kembali ke arah sebelumnya dengan membawa sebatang lilin yang tersisa…perlahan bias bayangnya menghilang bersama seberkas cahaya…semakin tak nampak nan tak jelas ia menghilang…wanita itu berdiri di kegelapan…ia bingung jalan mana yang harus ia ambil…tertunduk, dan terus berdiri dipersimpangan…
“Rabbi… mungkin nanti ku tersesat…”
“Rabbi aku merasa sendiri menyepi…”
Wanita itu tertunduk di kegelapan…di persimpangan ia harus memutuskan jalan mana yang ia pilih…tak ada seberkas cahayapun…gelap pekat perjalanan yang akan ia lalui…
“Rabbi lebih baik ku terdiam saja di sini, menunggu esok mentari bersinar dengan penuh sabar. Ku isi malam gelap ini dengan bercerita pada-Mu tentang mimpi-mimpi ku, tentang keluh kesah ku, dan tentang kekagungan-MU. Ku akan tetap berada di persimpangan ini hingga esok pagi, saat esok mentari meronta ku kembali ke taman tadi dan ku selesaikan lukisan ini, agar terlihat indah dan lebih utuh menyeluruh. Rabbi bagaimanpun aku harus kembali ke taman tadi…disanalah sebagian dari keindahan lukisan ini ada… jika ku temu laki-laki tadi, cukup ku tersenyum dan berterimakasih… serta ku minta pendapat padanya…Bagaimana lukisan ku ini? ”…
“Namun jika laki-laki itu kembali dan membawa perbekalan lilin hingga mengantarkan ku sampai di perduan, teramat baik ia,...tapi sudahlah tak perlu berharap yang tidak-tidak, tersenyum saja di sini dan nikmati putaran waktu hingga esok hari…”
Bersambung…
Bertanaya pada suasana hati, hmm ya sulit dipungkiri, membekas dalam sanubari. Tak selayaknya jejak telapak kaki yang tertinggal bisa dihapus dengan jejak kaki yang lain. Tapi ingatlah ini hati.
Desir menghembus tak sama lembut dengan membelai, hmm lembut paras tak sama denga lembut lisan, sekali memdengar suaranya, tak lagi ku temui suara itu. Tak sama antara belai dan lisan.
Jinak jenaka tertawa saat bercanda, simpul tawa tak sama dengan senyumnya, hmm indah parasnya tak sama dengan indah senyumnya.
Tetap terjada sampai kini, tetap sama seperti kemarin, tak ada yang berubah suasana ini.
Jenaka pula tak bisa berkata, hanya menikmati saja setelah ia berkata ”tiada”.
Selepas pergi, suasana masih tak beda, jenaka ia. Kujumpai pertama parasnya, lalu hilang begitu saja, ia akan kembali bersama perpaduan mimpi...Insya Allah ^_^