Islam mengajak manusia untuk saling memaafkan. Dan memberikan posisi tinggi bagi pemberi maaf. Karena sifat pemaaf merupakan bagian dari akhlak yang sangat luhur, yang harus menyertai seorang Muslim yang bertakwa. Allah swt berfirman: "...Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah." (Q.S.Asy-Syura : 40). Dari Uqbah bin Amir, dia berkata: "Rasulullah SAW bersabda, "wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu." (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).
Al-Quran memang menetapkan, bahwa seseorang yang diperlakukan secara zalim diizinkan untuk membela diri tapi bukan didasarkan balas dendam. Pembelaan diri dilakukan dengan penuh simpati seraya menunjukan perangai yang luhur, bersabar, memaafkan dan toleran. Ketika Matsah yang dibiayai hidupnya oleh Abu Bakar menyebarkan gosip yang menyangkut kehormatan putrinya Aisyah yang juga istri Nabi. Abu Bakar bersumpah tidak akan membiayainya lagi. Tapi, Allah melarangnya sambil menganjurkan untuk memberika maaf dan berlapang dada.(Q.S. an-Nur : 22). Dari ayat ini ternyata ada tingkatan yang lebih tinggi dari alafwu (maaf), yaitu alshafhu. Kata ini pada mulanya berarti kelapangan. Darinya dibentuk kata shafhat yang berarti lembaran atau halaman, serta mushafahat yang berarti yang berarti berjabat tangan. Seorang yang melakukan alshafhu seperti anjuran ayat diatas, dituntut untuk melapangkan dadanya sehingga mampu menampung segala ketersinggungan serta dapat pula menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru.
AlShafhu yang digambarkan dalam bentuk jabat tangan itu, menurut Al-Raghib al-Asfahaniy "lebih tinggi nilainya" dari pada memaafkan. Dalam alshafhu dituntut untuk mampu kembali membuka lembaran baru dan menutup lembaran lama." Let’s gone be by gone (yang lalu biarlah berlalu)" bangun kembali masa depan dengan semangat yang baru. Kita selalu lupa, karena kesalahan yang telah dibuat orang lain, kita lalu melupakan semua kebaikan yang telah dibuatnya. Untuk itu, kita juga harus memperlakukan semuanya secara seimbang. Yang terbaik buat kita hari ini adalah bersama-sama membangun kembali dengan semangat baru, ketulusan hati dan semangat persaudaraan. Jangan ada yang berkata: "Tiada maaf bagimu". Ahli hikmah mengatakan: Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal. Lupakanlah kebaikanmu kepada orang lain dan lupakanlah kesalahan orang lain kepadamu. Wallahu a’lamu.
* Penulis adalah Dosen FS. IAIN-SU Medan, Dosen STAIS TTD, Trainer Wisata Hati MC-Leadershif Ceneter SUMUT, Staf Divisi Kajian Shafia Institut Medan dan Sekretaris Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI-Sergai